FIKRI HEADLINE

Selasa, 18 Agustus 2015

Ibnu Sina (Pakar Kedokteran Terkenal dan Mendunia)




Ibnu Sina (Avicenna)

Ibnu Sina adalah seorang pakar kedokteran terkenal dan mendunia. Dia dikenal dengan bapak kedokteran modern, atas berkat usahanya yang merubah dan memunculkan wawasan dan warna baru di dunia kedoteran. Namun, selain beliau berkecimpung di bidang kedokteran, ternyata beliau juga lihai dalam bidang filsafat. Subhanallah

Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Avicenna lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah kota Asyfahnah desa Khormeisan dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran). Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Syi'ah Ismailiyah dan sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya.

Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak di antaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai "bapak kedokteran modern." George Sarton menyebut Ibnu Sina "ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu." pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).

Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.

Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan
demikian;
“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab- kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.” 
Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.


Latar Belakangnya


Ibnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dokter dan penulis aktif yang lahir di jaman keemasan Peradaban Islam. Pengembangan ilmu pengetahuan di masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar,Trigonometri, dan ilmu pengobatan. Pada jaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di jaman Dinasti Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam.

Ilmu-ilmu lain seperti studi tentang Al-Quran dan
hadist berkembang dengan perkembangan dengan suasana perkembangan ilmiah. Ilmu lainya seperti ilmu filsafat, Ilmu Fikih, Ilmu Kalam sangat berkembang dengan pesat. Pada masa itu Al-Razi dan Al-Farabi menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu pengobatan dan filsafat. Pada masa itu Ibnu Sina memiliki akses untuk belajar di perpustakaan besar di wilayah Balkh, Khwarezmia, Gorgan, Kota Ray, Kota Isfahan dan Hamedan. Selain fasilitas perpustakaan besar yang memiliki banyak koleksi buku, pada masa itu hidup pula beberapa ilmuwan muslim seperti Abu Raihan Al-Biruni seorang astronom terkenal, Aruzi Samarqandi, Abu Nashr Mansur seorang matematikawan terkenal, Abu al-Khayr Khammar seorang fisikawan dan ilmuwan terkenal lainya.

Pendidikan Ibnu Sina


Pendidikan Ibnu Sina di mulai pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang Ibnu Sina pelajari adalah membaca al-Qur’an, setelah itu pendidikan Ibnu sina dilanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Ibnu Sina berhasil menghafal al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun.

Dalam bidang Pendidikan lain, ibnu sina juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika, kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya.Dengan kecerdasan yang beliau miliki, beliau banyak mempelajari filsafat dan cabang-cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun pada saat ibnu sina menyelami ilmu metafisika nya Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami isinya. setelah ibnu sina membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi, bahkan dalam otobiografinya disebutkan mengenai utang budinya kepada Al-Farabi.

Pada usia 16 tahun ibnu sina mulai dikenal sebagai ahli pengobatan, dan sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur 17 tahun dengan pembuktian bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, dalam bidang pendidikan ibnu sina juga banyak menghabiskan sebahagian waktunya dengan membaca serta membahas buku-buku yang beliau anggap penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama kutub Khana, siang malam sehingga semua ilmu pengetahuan dapat dikuasainya dengan baik. dalam sejarah, pendidikan ibnu sina tidak diragukan lagi, dari kesungguhan dan keseriusan beliau, secara tidak langsung telah memberikan sumbangsih besar bagi kita umat islam seluruh dunia.
Kontribusi Ibnu Sina


kontribusi yang ditorehkan dari hasil karya-karya ibnu sina atau avicenna telah menghantarkan kepada manusia akan pengetahuan mereka dalam bidang kedokteran.Ibnu sina tidak saja memberikan kontribusi dalam bidang kedokteran, akan tetapi dalam bidang-bidang lainnya. Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.

Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertamamenggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”

Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.

Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.

Pemikiran Filsafat Ibnu Sina


Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan  sesudahnya, dan dia pun dikenal sebagai penyair, sehingga Ilmu – ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia, ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku – buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.

Ibnu Sina juga dikenal produktif dalam berkarya. Karya – karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al-Isyarat wat-Tanbihat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat wat-Tanbihat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari itu, karyanya yang paling masyhur adalah Al-Qanun (di barat terkenal dengan sebutan Canon of Medicine) yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini. Selain itu, masih banyak lagi karangan-karangan lain di bidang filsafat, etika, logika, dan psikologi.

Filsafat Ibnu Sina
Ibnu Sina sangat mengutamakan logika, justru fikiran adalah satu jalan pengetahuan yang diberikan dengan satu aturan tertentu kepada suatu yang tidak diketahui. Jalan fikirannya bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan argumentasi ontologia.

Menurut dia, ada tiga macam sesuatu yang ada. Pertama, pentingnya dalam diri sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya selain dirinya sendiri (yakni Tuhan). Kedua, berkehendak kepada yang lain, yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikannya. Ketiga, makhluk mungkin, yaitu bisa ada dan bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh kepada kejadiannya (benda-benda yang tak berakal seperti pohon-pohon, batu, dan sebagainya).


Filsafat Ketuhanan Ibnu Sina 
Ibnu Sina merupakan murid al Farabi, jadi tidak mengherankan apabila banyak pemikiran yang memiliki kesamaan antara pemikiran Ibnu Sina dengan al Farabi. Dalam teori ketuhanan, keduanya membedakan wujud dari esensi dan menetapkan bahwa wujud sesuatu bukan merupakan bagian dari esensinya.

Kita bisa membayangkannya tanpa bias mengetahui ia ada atau tidak. Sebab, wujud merupakan salah satu aksidensia bagi substansi bukan sebagai unsur pengadanya. Prinsip demikian berlaku bagi Yang Maha Esa SWT, yang wujudnya tidak berpisah dari substansinya.

Berdasarkan jalan pikiran semacam ini, al Farabi dan Ibnu Sina menyimpulkan bahwa kita tidak membutuhkan pembuktian yang panjang untuk menetapkan eksistensi Allah. Kita cukup mengetahui zat-Nya sekaligus. Bukti ontologis ini lebih bersifat metafisis dibandingkan fisis.

Hamzah Ya’kub menambahkan bahwa Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient dari alam. Dengan kata lain, Ibnu Sina memandang hubungan sebab akibat dan betapakah sebab itu, datang pula Tuhan sebagai sebab. Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.

Kesimpulan
  1. Ibnu Sina adalah ilmuan muslim yang mahir di banyak bidang seperti kedokteran, politik, kesenian, dan filsafat. Ia juga seorang yang produktif menelurkan karya. Salah satu karyanya adalah as-Syifa’ yang memuat tentang filsafat.
  2. Jalan fikiran ibnu Sina bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan argumentasi ontologia. Secara garis besar, ia membagi sesuatu yang ada atas dua sisi. Yaitu Fisika dan Metafisika. 
  3. Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient dari alam. Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.

Wafatnya Ibnu Sina


Ibnu Sina sina terserang penyakit Colic, dan karena keinginannya yang kuat untuk sembuh, sehingga dikisahkan bahwa pada saat itu Ibnu Sina pernah minta obat sampai delapan kali dalam sehari. Namun sekalipun kondisinya yang memburuk karena penyakit yang ia derita, ia masih saja tetap aktif menhadiri sidang-sidang majelis ilmu di Ishfaha. Kemudian ketika al-Daulah bermaksdu akan pergi ke Hamadan, Ibnu Sina memaksakan ikut dalam rombongan tersebut. Ditengah perjalanan ia kembali diserang penyakit, dan dalam keadaan yang demikian itu ia berkata, segala tenaga pengatur kekuatan tubuhku sudah lumpuh sama sekali, dan segala pengobatan sudah tidak berguna lagi[Taysir Syaikh al-Arld, h. 21]

Karena hal tersebut ia pun kemudian mandi dan bertobat kepada Allah, menyedekahkan segala kekayaannya kepada kaum fakir, memaafkan setiap orang yang pernah menyakitinya, membebaskan para budaknya, membaca al-Quran sehingga khatam tiga hari sekali, sampi ia menghembuskan nafasnya yanag terakhir. Sehingga Ibnu Sina pun wafat pada hari Jum’at bulan Ramadhan apda tahun 428 H, bertepatan dengan tahun 1037 M, dan dimakamkan di Hamadan [Abd al-Salam kafany, Kitab al-Zahaby li al-Mahrajah al-Alay li al-Dzikr Ibn Sina, ( Mesir : t.p.,1952), h. 162. ]

Referensi : http://www.zulfanafdhilla.com/2012/11/biografi-ibnu-sina-bapak-kedokteran.html#

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 LDK FIKRI PNJ | Distributed By Blogger Template | Designed By OddThemes